Cara Menyusun Kerangka Berfikir dalam Sebuah Penelitian


Selamat datang kembali di blog kami. Kami sangat senang bisa membantu permasalahan yang sedang anda hadapi. Setelah kemarin kami membahas tentang Mengusun Tinjauan Pustaka atau Dasar Teori, maka dalam kesempatan ini kami akan menjelaskan tentang cara menyusun kerangka berfikir dalam sebuah penelitian.
Dalam sebuah penelitian kerangka berfikir sangat penting, karena dari kerangka berfikir inilah penelitian yang di lakukan dapat diakui. Apabila seorang peneliti kurang mampu menjabarkan kerangka berfikir dari bahan penelitiannya secara tepat, maka penelitian yang dilakukannya juga tidak akan maksimal.
Kerangka berfikir sendiri memiliki beberapa nama, antara lain kerangka konsep, kerangka teoritis atau model teoritis (theoritical model). Seperti namanya yang beraneka ragam, bentuk diagram kerangka pemikiran juga bervariasi. Perbedaan penamaaan ini berdasarkan kebijakan yang dipakai oleh suatu lembaga tertentu. Namun inti dari dari banyak nama itu hanya satu, yaitu menjelaskan alur penelitian yang digunakan oleh peneliti.
      A.    Pengertian Kerangka Berfikir
Pengertian Kerangka berfikir itu sendiri adalah suatu penjelasan secara teoritis suatu alur penelitian berdasarkan logika. Kerangka berfikir akan menjelaskan hubungan antara variabel independen (bebas) dan dependen (terikat). Kerangka berfikir ini biasanya merupakan penjabaran dari pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian berbeda dengan pertanyaan dalam rumusan masalah. Pertanyaan penelitian letetujua pada pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana penelitian dilakukan. Sedangkan pertanyaan dalam rumusan masalah merupakan pertanyaan yang ingin diselesaikan permasalahnnya. Untuk lebih jelasnya dapat anda baca juga Perbedaan Pertanyaan dalam Rumusan Masalah dengan Pertanyaan Kerangka Berfikir.
Kerangka berfikir menurut beberapa ahli:
1.      Suriasumantri (Sugiyono, 2009:92) 
Kerangka pemikiran merupakan penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan. Penyusunan kerangka pemikiran diperlukan teori-teori ilmiah sebagai dasar untuk membuahkan  hipotesis.Kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan ilmuwan, adalah alur-alur pemikiran yang logis dalam membangun suatu berpikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis. Jadi kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antara variabel penelitian. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis.
2.      Uma Sekaran (Sugiyono, 2011 : 60)
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang penting jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan.”
Penyusunan kerangka berpikir menurut Sugiyono (2011:62):
1.        Menetapkan variabel yang diteliti
2.        Membaca buku dan hasil penelitian
3.        Mendeskripsikan teori dan hasil penelitian
4.        Analisis kritis terhadap teori dan hasil penelitian
5.        Analisis komparatif terhadap teori dan hasil penelitian
6.        Sintesa kesimpulann
7.        Kerangka berpikir
8.        Hipotesis
         B.     Menulis Kerangka Berfikir
Di dalam menulis kerangka berpikir, ada tiga kerangka yang perlu dijelaskan, yakni: kerangka teoritis, kerangka konseptual, dan kerangka operasional.
1.      Kerangka teoritis atau paradigma adalah uraian yang menegaskan tentang teori apa yang dijadikan landasan (grand theory) yang akan digunakan untuk menjelaskan fenomena yang diteliti.
2.      Kerangka konseptual merupakan uraian yang menjelaskan konsep-konsep apa saja yang terkandung di dalam asumsi teoretis yang akan digunakan untuk mengabstraksikan (mengistilahkan) unsur-unsur yang terkandung di dalam fenomena yang akan diteliti dan bagaimana hubungan di antara konsep-konsep tersebut.
3.      Kerangka operasional adalah penjelasan tentang variabel-variabel apa saja yang diturunkan dari konsep-konsep terpilih tadi dan bagaimana hubungan di antara variabel-variabel tersebut, serta hal-hal apa saja yang dijadikan indikator untuk mengukur variabel-variabel yang bersangkutan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka dalam menyusun kerangka berpikir kita harus memulainya dengan menegaskan teori apa yang dijadikan landasan dan akan diuji atau digambarkan dalam penelitian kita. Lalu dilanjutkan dengan penegasan tentang asumsi teoretis apa yang akan diambil dari teori tersebut sehingga konsep-konsep dan variabel-variabel yang diteliti menjadi jelas. Selanjutnya, kita menjelaskan bagaimana cara mengoperasionalisasikan konsep atau variabel-variabel tersebut sehingga siap untuk diukur.
Walaupun dalam kerangka berpikir itu harus terkandung kerangka teoretis, kerangka konseptual, dan kerangka operasional, tetapi cara penguraian atau cara pemaparannya tidak perlu kaku dibuat per sub bab masing-masing. Hal yang penting adalah bahwa isi pemaparan kerangka berpikir merupakan alur logika berpikir kita mulai dari penegasan teori serta asumsinya hingga munculnya konsep dan variabel-variabel yang diteliti.
Agar peneliti benar-benar dapat menyusun kerangka berpikir secara  ilmiah (memadukan antara asumsi teoretis dan asumsi logika dalam memunculkan variabel) dengan benar, maka peneliti harus intens dan eksten menelurusi literatur-literarur yang relevan serta melakukan kajian terhadap hasil penelitian-penelitian terdahulu yang relevan, sehingga uraian yang dibuatnya tidak semata-mata berdasarkan pada pertimbangan logika. Untuk itu, dalam menjelaskan kerangka teoretisnya, peneliti mesti merujuk pada literatur atau referensi serta laporan-laporan penelitian terdahulu.
            Secara sederhana penyusunan kerangka berpikir dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut:
1.      Menentukan  paradigma atau kerangka teoretis yang akan digunakan, kerangka konseptual dan kerangka operasional variabel yang akan diteliti.
2.      Memberikan penjelasan secara deduktif mengenai hubungan antarvariabel penelitian. Tahapan berpikir deduktif meliputi tiga hal yaitu:
a)      Tahap penelaahan konsep (conceptioning), yaitu tahapan menyusun konsepsi-konsepsi (mencari konsep-konsep atau variabel dari proposisi yang telah ada, yang telah dinyatakan benar).
b)      Tahap pertimbangan atau putusan (judgement), yaitu tahapan penyusunan ketentuan-ketentuan (mendukung atau menentukan masalah akibat pada konsep atau variabel dependen).
c)      Tahapan penyimpulan (reasoning), yaitu pemikiran yang menyatakan hal-hal yang berlaku pada teori, berlaku pula bagi hal-hal yang khusus.
3.      Memberikan argumen teoritis mengenai hubungan antar variabel yang diteliti.
Argumen teoritis dalam kerangka pemikiran merupakan sebuah upaya untuk memperoleh jawaban atas rumusan masalah. Dalam prakteknya, membuat argumen teoritis memerlukan kajian teoretis atau hasil-hasil penelitian yang relavan. Hal ini dilakukan sebagai petunjuk atau arah bagi pelaksanaan penelitian. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, oleh karena argumen teoritis sebagai upaya untuk memperoleh jawaban atas rumusan masalah, maka hasil dari argumen teoritis ini adalah sebuah jawaban sementara atas rumusan masalah penelitian. Sehingga pada akhirnya produk dari kerangka pemikiran adalah sebuah jawaban sementara atas rumusan masalah (hipotesis).
4.      Merumuskan model penelitian.
Model adalah konstruksi kerangka pemikiran atau konstruksi kerangka teoretis yang diragakan dalam bentuk diagram dan atau persamaan-persamaan matematik tertentu. Esensinya menyatakan hipotesis penelitian. Sebagai suatu kontruksi kerangka pemikiran, suatu model akan menampilkan:
a)      jumlah variabel yang diteliti,
b)      prediksi tentang pola hubungan antar variabel,
c)      dekomposisi hubungan antar variabel, dan
d)     jumlah parameter yang diestimasi.
        C.    Contoh Menulis Kerangka Berfikir
Komponen utama dalam kerangka berfikir yang dikembangkan oleh Gregor Polancis adalah variabel bebas (independent Variables), variabel terikat (dependent variables), level (indikator dari variabel bebas yang akan diobservasi) dan measures (indikator dari variabel terikat yang akan diobservasi). Menyusun kerangka berfikir yang baik yaitu dengan mengaitkan antar variabel satu dengan yang lain dan  didukung teori-teori kepustakaan, kaidah-kaidah, dalil-dalil hukum, dan generalisasi-generalisasi dari hasil penelitian yang sebelumnya. Setelah itu ditarik benang merah sesuai dengan jalan pemikiran peneliti, sehingga terbentuk alur pikiran penelitian. Benang merah yang telah didapat selanjutnya dibuat suatu model atau bagan yang menunjukkan antar konsep yang akan diteliti sehingga membentuk suatu alur atau bagan hubungan hubungan antar konsep.
Contohnya kita mengambil suatu penelitian dengan judul pengaruh “pembelajaran kooperatif learning dengan teknik make a match terhadap hasil belajar siswa”. Dari judul tersebut kita dapat melihat adanga tiga variabel yaitu 2 (dua) variabel bebas dan 1 (satu) variabel terikat. Variabel bebasnya adalah pembelajaran kooperatif learning dan teknik make a match, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa. Dari ketiga variabel tersebut maka dapat kita buat kerangka berfikir dengan metode korelasi 3 (tiga) variabel.
Untuk mengawali pembuatan kerangka berfikir dapat dimulai dengan kalimat-kalimat permasalahan yang ada sehingga pantas untuk diteliti.
Contoh:
“Pembelajaran kimia di SMA Tunas melibatkan guru dan siswa dalam praktiknya. Keberhasilan pembelajaran kimia berarti dipengaruhi oleh guru dan siswa. Saat ini hasil belajar siswa kurang mencapai nilai kkm….”
Selanjutnya kita mulai dengan variabel 1 (X1) yaitu pembelajaran kooperatif learning. Kita awali kenapa diperlukan model pembelajaran kooperati learning pada suatu pembelajaran tersebut.
Contoh:
“Siwa dalam mengikut pelajaran kurang berminat karena guru dalam mengajar hanya menggunakan cara konvensional sehingga siswa menjadi bosan dengan pembelajaran yang selalu monoton. Maka dari tu diperlukan suatu model pembelajaran yang bervariasi, salah satu yang tepat adalah cooperatif learning….”
Kemudian kita berikan dasar teori, kaidah-kaidah dan lain sebagainya untuk memperkuat mengapa kooperatif learning cocok digunakan untuk mengatasi masalah yang ada.
Contoh:
“Model belajar Cooperative Learning merupakan suatu model pembelajaran  yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai  dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama- sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi,  produktivitas, dan perolehan belajar. Stahl dalam Etin Solahudin dan Raharjo  (2009: 5) menyatakan bahwa model pembelajaran cooperatif learning  menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerjasama dalam mencapai  suatu hasil yang optimal dalam belajar.”
Setelah itu kita lanjut dengan variabel 2 (X2) yaitu model make a match. Untuk menggabungkan antara variabel 1 dan 2 maka kita buat kalimat penghubung antar kedua variabel tersebut.
Contoh:
“Pembelajaran kooperatif learning berarti pembelajaran yang lebih mengedepankan pembentukan kelompok. Sehingga terbentuk kelompok-kelompok kecil dalam suatu kelas. Untuk membuat pembelajaran yang tepat sehingga tidak membosankan dapat digunakan teknik make a match.”
Selanjutnya ditopang dengan suatu teori dari make a match:
Contoh:
“Model Cooperative Learning teknik Make a Match merupakan model  pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Dengan menerapkan model Cooperative Learning teknik Make  a Match ini, siswa dapat saling bertukar informasi atau pengetahuan yang mereka miliki sehingga dapat tercapai hasil pembelajaran yang optimal. Pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok akan memberikan motivasi kepada individu untuk berkompetisi sehingga akan memberikan hasil belajar yang diinginkan.”
Untuk senjutnya, maka kedua variabel tersebut kita kaitkan dengan variabel (Y1) yaitu hasil belajar.
Contoh:
Dengan pembelajaran kooperatif learning  teknik make a match diharapkan mampu memuat pembelajaran dapat berjalan lebih baik sehingga diperoleh hasil belajar siswa yang memuasakan.
Dilajutkan kembali dengan teori hasil belajar untuk menguatkannya.
Contoh:
“Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan” (Agus Suprijono, 2009: 5). Winkel  juga menyatakan bahwa “hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya” winkel dalam (Purwanto, 2010:45).”
Berdasarkan beberapa variabel tersebut maka kita ambil benang merah dari ketiga variabel tersebut sehingga diperoleh rancangan kerangka berfikir.
Contoh:
“Berdasarkan teori yang telah dijelaskan di atas, bahwa jika dalam pembelajaran kimia dilakukan dengan menggunakan model Cooperative Learning teknik Make  a Match maka diduga akan berpengaruh terhadap hasil belajar kimia siswa. Dengan demikian peneliti memilih melakukan penelitian mengenai penerapan model Cooperative Learning teknik Make a Match terhadap hasil belajar kimia.”
Dari ketiga variabel maka kita dapat menyusun suatu desain penelitian dalam bentuk bagan:


Dari gambar bagan tersebut maka kita dapat menjelaskan bahwa:
H1: Pembelajaran kooperatif learning berpengaruh terhadap teknik make a match.
H2: Pembelajaran kooperatif learning berpengaruh terhadap hasil belajar.

H3: Teknik make a match berpengaruh terhadap hasil belajar.
Tag : Penelitian
0 Komentar untuk "Cara Menyusun Kerangka Berfikir dalam Sebuah Penelitian"
Back To Top