LAPORAN RESMI
KIMIA UNSUR
Stoikiometri Senyawa Kompleks Ammin Tembaga (II)
Disusun oleh:
Nama : Bayu Setiawan
NIM : 14670040
Prodi : Pendidikan Kimia
LABORATORIUM KIMIA UNSUR
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015-2016
A. Tujuan Percobaan
Menentukan rumus
senyawa kompleks ammin tembaga (II).
B. Dasar Teori
1. Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang
molekul-molekulnya tersusun dari gabungan dua molekul atau lebih molekul yang
sudah jenuh. Pembuatan senyawa kompleks logam biasanya dilakukan degan
molekul-molekul atau ion-ion tertentu. Penelitian-penelitian pertama sering
menggunakan amonia dan senyawa kompleks yang terbentuk sering disebut
logamamine. Kemudian ternyata bahwa
anion-anion seperti CN-, NO2-, NCS-, dan Cl- jugaa membentuk senyawa kompleks
dengan logam-logam. Suatu senyawa kompleks terdiri dari atom (ion) pusat dan
sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom pusat itu. Atom pusan ini ditandai
oleh bilangan koordinasi . Bilangan koordinasi merupakan suatu angka yang dapat
menunjukkan jumlah ligan yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu
atom pusat. Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia di
sekitar atom ion pusat dalam apa yang disebut bilangan koordinasi yang
masing-masing dapat dihuni oleh satu ligan (Vogel, 1990).
Ligan
ada beberapa macan, antara lain:
a. Ligan
Monodentat
Ligan yang
menyumbangkan sepasang elektron kepada sebuah atom logam. Contohnya: I-, dan
Cl-
b. Ligan
Bidentat
Ligan yang mengandung
dua atom yang masing-masing secara bersamaan membentuk 2 donor elektron kepada
ion logam yang sama. Contohnya ammin.
c. Ligan
Polidentat
Ligan yang mengandung
lebih dari dua atom yang membentuk ikatan kepada ion logam yang sama. Contohnya
EDTA.
2. Ekstraksi
Cair-Cair
Ekstraksi merupakan suatu prosses pemisahan
substansi atau zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai.
Ekstraksi dapat digolongkan berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi dan
proses perlakuannya (Yazid, 2005).
Ekstaraksi cair-cair digunakan sebagai cara
memperlakukan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit Kd dari
komponen matriks yang mungkin mengganggu saat kualifikasi atau deteksi analit.
Disampung itu ekstraksi pelarut digunakan untuk memekatkan analait dalam sampel
dalam jumlah sedikit sehingga tidak mungkin atau menyulitkan untuk deteksi dan kualifikasinya. Salah satu
fasenya sering kali berupa air dan fase yang lain pelarut organik seperti
kloroform dan PE (Petroleum Eter). Senyawa-senyawa yang bersifat polar
disterilkan dengan fase air. Sedangkan senyawa yang hidrofalik akan masuk pada
pelarut anorganik. Analit yang dimasukkan kedalam pelarut organik akam mudah
diperoleh kembali dengan cara penguapan pelarut. Sedangkan analit yang masuk
fase air diinekukan secara langsung kedalam kolom (Rahman, 2009).
Koefisien distribusi (Kd) merupakan sebuah tetapan
yang dikenal dengan koefisien distribusi atau patrik. Harga Kd tidak brgantung
kepada keadaan fase, tetapi bergantung pada suhu dan jenis kedua pelarut
(Yazid, 2005).
3. Titrasi
Titrasi sering disebut dengan titrasi volumetrik
karena diketahui volume titrannya.titrasi volumetrik dibagi menjadi beberapa
kolompok salah satunya yautu asidi-alkalimetri. Cara titrasi asidi-alkalimerti
ini berdasarkan pada reaksi asam dan basa (Atkin, 1997).
Titrasi asam basa terjadi karena tercampurnya suatu
senyawa kimia yang bersifat asam ke dalam senyawa kimia lainnya yang bersifat
basa atau sebalikknya sehingga terjadi reaksi kimia kedua senyawa tersebut yang
dapat kita amati melalui terjadinya perubahan warna dari kedua larutan senyawa
yang telah dicampurkan (Gunawan, 1993).
Titrasi dilakukan sampai larutan yang dititrasi
mencapai titik ekuivalen. Titik
ekuivalen yaitu titik dimana pada saat jumlah ion OH- yang ditambahkan
kelarutan sama dengan jumlah mol ion H+ yang ada pada larutan. Jadi untuk
menentukan titik ekuivalen dalam suatu reaksi, harus mengetahui dengan cepat
berapa volume basa yang dibutuhkan dari buret ke dalam labu. Salah satu untuk
mengetahuinya dapat digunakan suatu indikator basa pada awal titrasi (Chang,
2004).
4. Konfigurasi
Ammin Tembaga (II)
Ion tembaga memiliki konfigurasi elektron yang
memungkinkan sebagai ion pusat suatu senyawa kompleks seperti kompleks tembaga
(II) ammin. Tembaga merupakan logam merah muda yang lunak, dapat ditempa dan
liat. Tembaga akan melebur pada suhu 10380 C. tembaga (Cu) merupakan
salah satu logam yang paling ringan dan paling aktif. Selain itu, tembaga juga
mengalami disproporsionasi secara spontan
pada keadaan standar (baku) (Petrucci, 1987).
C.
Alat
dan Bahan
1. Alat
a. Corong
pisah 250 ml
b. Buret
50 ml
c. Buret
10 ml
d. Statif
+ klem katak
e. Statif
+ klem O-ring
f. Erlermeyer
250 ml
g. Gelas
beker 100 ml
h. Gelas
beker 250 ml
i.
Gelas ukur 25 ml
j.
Pipet volume 10 ml
k. Bola
hisap
l.
Corong gelas kecil
m. Botol
akuades
n. Label
2. Bahan
a. Larutan
standar H2C2O4
b. Larutan
NaOH 0.5 M
c. Larutan
CuSO4 0.1 M
d. Larutan
HCl 0.5 M
e. Larutan
amonia 1 M
f. Larutan
Kloroform
g. Indikator
fenolftalein (PP)
h. Indikator
methyl orange (MO)
D.
Cara
Kerja
1. Standardisasi
Larutan NaOH
Disiapkan buret 50 ml, kemudian buret diisi dengan
larutan NaOH yang akan distandardisasi. Selanjutnya disiapkan 3 buah
erlermeyer dan diisi dengan 10 ml
larutan standar H2C2O4 pada masing-masing
erlermeyer. Setelah itu ditambahkan 2 tetes indikator felolftalein. Selanjutnya
larutan oksalat dititrasi dengan larutan NaOH.
2. Standardisasi
Larutan HCl
Disiapkan buret 50 ml, kemudian buret diisi dengan
larutan HCl yang akan distandardisasi. Selanjutnya disiapkan 3 buah
erlermeyer dan diisi dengan 10 ml
larutan standar NaOH hasil standardisasi dengan larutan oksalat pada
masing-masing erlermeyer. Setelah itu ditambahkan 2 tetes indikator
felolftalein. Selanjutnya larutan NaOH dititrasi dengan larutan HCl.
3. Standardisasi
Larutan NH3
Disiapkan buret 50 ml, kemudian buret diisi dengan
larutan NH3 yang akan distandardisasi. Selanjutnya disiapkan 3 buah
erlermeyer dan diisi dengan 10 ml
larutan standar HCl hasil standardisasi dengan larutan NaOH pada masing-masing
erlermeyer. Setelah itu ditambahkan 2 tetes indikator felolftalein. Selanjutnya
larutan HCl dititrasi dengan larutan NH3.
4. Penentuan
Koefisien Distribusi Amonia antara Air dan Kloroform
Disiapkan corong pisah 250 ml. kemudian kedalam
corong dimasukkan 10 ml larutan NH3 1 M hasil standardisasi dan 10
ml akuades. Setelah itu tutup tang telah diberi digunakan untuk menutup corong
pisah dan dilakukan pengocokan pada larutan. Setelah itu ditambahkan 25 ml
kloroform dan dikocok kembali selama
5-10 menit sambil sekali-kali kran corong pisah dibuka untuk mengeluarkan gas
yang berada didalam corong pisah. Setelah 5-10 pengocokan, larutan didiamkan
sampaia terbentu dua lapis larutan. Larutan lapis bawah yang merupakan
kloroform dikeluarkan dari corong pisah sampai habis. Kemudian larutan diambil
sebayak 10 ml. langkah berikutnya disiapkan erlermeyer yang diisi dengan 10 ml
akuades dan ditambahkan indikar metylorange. Selanjutnya ditambahkan kembali
larutan kloroform ke dalam erlermeyer.
Kemudian disiapkan buret yang diisi dengan larutan standar HCl 0.5 M.
Kemudian larutan dititrasi dengan menggunakan larutan HCl 0.5 M sampai mencapai
titik ekuivalen yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna. Kemudian
diulangi kembali titrasi untuk 10 ml kedua dan kemudian untuk sisanya. Setelah
itu dihitung koefisien distribusi amonia. Dengan itu, maka diperoleh nilai Kd
amonia.
5. Penentuan
Rumus Kompleks Cu-ammin
Penentuan dilakukan dengan cara yang hampir sama
dengan cara percobaan “d”, hanya saja 10 ml akuades yang ditambahkan kedalam
corong pisah diganti dengan 10 ml larutan ion Cu2+ 0.1 M. Dengan
langkah tersebut maka dapat diketahui nilai Kd dengan cara dihitung jumlah
amonia dalam air (akuades) dan kloroform. Banyakknya amonia yang terkomplekskan
dapat dihitung dengan pengurangan jumlah amonia dalam kloroform dan air pada jumlah total amonia awal. Dengan
membandingkan jumlah mol ion Cu2+ dengan amonia terkompleks dapat
ditentukan rumus kompleksnya.
E.
Data
pengamatan
No
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1
|
Standardisasi larutan
NaOH
10 ml H2C2O4 + NaOH
Warna larutan
|
Volume
NaOH:
1. 4
ml
2. 4
ml
3. 4.2
ml
Tidak berwarna → ungu
|
2
|
Standardisasi
larutan HCl
10
ml NaOH + HCl
Warna
larutan
|
Volume
HCl:
1. 9.5
ml
2. 9.2
ml
3. 9.2
ml
Ungu
→ tidak berwarna
|
3
|
Standardisasi
larutan NH3
10
ml HCl + NH3
Warna
larutan
|
Volume
NH3:
1. 7
ml
2. 6.5
ml
3. 6.3
ml
Orange
→ kuning
|
4
|
Dalam
corong pisah 10 ml NH3 + 10 ml akuades + 25 ml kloroform
|
Terbentuk
dua lapis larutan
1. Larutan
bawah (kloroform) 23 ml
2. Larutan
atas (air) 21 ml
|
5
|
Dalam
corong pisah 10 ml NH3 + 10 ml Cu2+ + 25 ml kloroform
|
Terbentuk
dua lapis larutan
1. Larutan
bawah (kloroform) 23 ml
2. Larutan
atas (biru dari Cu2+) 21 ml
|
6
|
Titrasi
kloroform + HCl
1. 10
ml kloroform
2. 10
ml kloroform
3. 3
ml kloroform
|
Volume
HCl yang dibutuhkan:
1. 0.3
ml
2. 0.35
ml
3. 0.3
ml
|
7
|
Titirasi
air + HCl
1. 10
ml air
2. 11
ml air
|
Volume
HCl yang dibutuhkan:
1. 6.9
ml
2. 6.4
ml
|
F.
Pembahasan
Percobaan yang berjudul stoikiometri senyawa
kompleks ammin tembaga (II) memiliki sebuah tujuan, yaitu menentukan rumus
molekul senyawa kompleks ammin tembaga (II). Prinsip kerja dari percobaan ini
yaitu berdasarkan prinsip ekstraksi “ like disolved like” dimana senyawa polar
akan larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar akan larut dalam pelarut
non polar.
Percobaan ini dimulai dengan melakukan standardisasi
larutan NaOH, HCl, dan NH3. Ketiga larutan tersebut dilakukan standardisasi
terlebih dahulu karena ketiganya merupakan larutan standar sekunder yang
memiliki sifat higroskopis. Pada proses standardisasi larutan NaOH digunakan
larutan standar primer H2C2O4. Hal ini dilakukan dengan melakukan titrasi
dimana larutan NaOH diletakkan pada buret terhadap larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan indikator PP. indikator PP ini digunakan untuk mengetahui titik
akhir titrasi. Indikator ini akan memberikan perubahan warna ketika suatu
larutan mencapai titik akhir titrasi. Perubahan warna yang terjadi akibat
reaksi antara NaOH dengan H2C2O4 yaitu merah muda. Volume larutan NaOH yang
digunakan untuk titrasi kemudian di catat untuk mengetahui konsentrasi dari
larutan NaOH. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh konsentrasi larutan NaOH
sebesar 0.5 M. Selanjutnya dilakukan standardisasi larutan HCl. Standarisasi
larutan HCl dilakukan dengan melakukan titrasi larutan NaOH yang telah
ditambahkan indikator PP dengan menggunakan larutan HCl yang diletakkan dalam
buret. Titrasi titrasi ini dilakukan sampai mencapai titik akhir titrasi. Hal ini
ditandai dengan terjadinya perubahan warna yang mula-mula berwarna ungu berubah
menjadi tidak berwarna (bening). Selanjutnya volume larutan HCl yang digunakan
untuk proses titrasi dicatat untuk mengetahui konsentrasi dari larutan HCl. Setelah
dilakukan perhitungan didapatkan konsentrasi larutan HCl sebesar 0.537 M. Setelah
itu dilakukan standardisai larutan NH3. Hal ini dilakukan dengan melakukan
titrasi larutan HCl yang ditambahkan indikator MO dengan menggunakan larutan
NH3 yang diletakkan pada buret. Larutan dilakukan titrasi sampai mencapai titik
akhir titrasi. Hal ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna yang awalnya
berwarna ungu akan berubah menjadi berwarna kuning. Selanjutnya volume larutan NH3 yang digunakan
dalam proses titrasi dicatat untuk mengetahui konsentrasi dari larutan NH3.
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh konsentrasi larutan NH3 sebesar 0.814
M.
Percobaan selanjutnya yaitu menentukan koofisien
distribusi (Kd) amonia antara air dan kloroform. Percobaan inidimulai dengan
mereaksikan larutan amonia hasil standardisasi dengan air dalam corong pisah,
dan kemudian dilakukan penggojokan beberapa saat agar larutan amonia dapat
bereaksi secara sempurna dengan air. Selanjutnya pada larutan tersebut
ditambahkan larutan kloroform dan langsung ditutup dengan rapat. Selanjutnya
dilakukan penggojokan kembali selama 5 menit dan tiap beberapa ppengulangn
penggojogan kran corong pisah dibuka beberapa detik dan ditutup kembali. Hal
ini dilakukan untuk mengeluarkan gas dari larutan akibat bereaksinya larutan
kloroform dengan larutan yang ada didalam corong pisah. Setelah dirasa tidak
terdapat gas didalam corong pisah maka larutan didiamkan selama beberapa menit
sampai larutan membentuk dua lapisan. Perlu diketahui bahwa larutan pada
lapisan bawah merupakan larutan kloroform dan lapisan atas merupakan air.
Larutan dapat membentuk dua lapisan dikarenakan larutan kloroform dan air
berbeda sifatnya, dimana larutan kloroform merupakan larutan organik dan air
termasuk larutan non organik. Maka darri hal tersebut maka kedua larutan tidan
dapat bercampur karena larutan orgaik hanya akan bercampur dengan larutan
oranik juga, begitu pula larutan non organik juga hanya akan bereaksi dengan
larutan non organik. Selanjutnta larutan pada bagian bawah yaitu larutan kloroform
di keluarkan dari corong pisah sampai habis. Volume dari larutan kloroformnya
yang didapatkan kemudian di catat. Selanjutnya larutan klorofom dimasukkan
kedalam erlermeyer yang berisi air dan ditambahkan indikator MO, kemudian dititrasi
dengan menggunakan larutan HCl. Indikator MO sendiri digunakan untuk mengetahui
titik akhir titrasi. Hal ini ditandai berubahnya larutan yang tidak berwarna
menjadi kuning. Selanjutnya volume larutan HCl yang digunakn untuk titrasi di
catat.begitu pula pada larutan bagian atas yang berisi air. Air dari corong
pisah dimasukkan kedalam erlermeter yang berisi air dan indikator MO, kemudian
dilakukan titrasi dengan menggunakan larutan HCl. Volume larutan HCl yang
perlukan untuk tirasi pada air juga dicatat. Reaksi yang terjadi baik di
larutan kloroform dan air yang mengandung amonia yang direaksikan dengan HCl
dalah sebagai berikut:
NH3 + HCl →
NH4Cl
Berdasarkan hasil percobaan yang
dilakukan dan dilakukan perhitungan diperoleh nilai koefisien distribusi (Kd)
NH3 dalam larutan tembaga sebesar 0.043 M dan rumus ammin tembaga (II) yaitu
[Cu(NH3)7]2+.
G.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil percobaan diperoleh rumus senyawa kompleks ammin tembaga (II) yaitu
[Cu(NH3)7]2+.
H.
Daftar
Pustaka
Chang,
Raymond. 2004. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta:
Erlangga
Petrucci,
Ralph H. 1992. Kimia Dasar, Prinsip dan
Terapan Modern. Jakarta: Erlangga
Vogel.
1990. Buku Teks Analisis Anorganik
kualitatif dan Makro, Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka
Perhitungan
A. Standardisasi
1. Standardisasi
NaOH
M NaOH
= M C2H2O4
x V C2H2O4
x n C2H2O4
V
NaOH x n NaOH
= 0.1 M x 10 ml x 2
((4+4+4.2):3) x 1
= 2
4.066
= 0.49 = 0.5 M
2. Standardisasi
HCl
M
HCl = M NaOH x V NaOH x n NaOH
V
HCl x n HCl
= 0.5 M x 10 ml x 1
((9.5+9.2+9.2):3) x 1
= 5
9.3
= 0. 537 M
3. Standardisasi
NH3
M
NH3 = M HCl x V HCl x n HCl
V
NH3 x n NH3
= 0.537 M x 10 ml x 1
((7+6.5+6.3):3) x 1
= 5.37
6.6
= 0. 814 M
B. Penentuan
Koefisien Distribusi
1. Distribusi
NH3 dalam H2O
M
NH3 – H2O = M HCl x V HCl
V
NH3 – H2O
= 0.537 M x ((6.9+6.4):2)
21
ml
= 3.57105 = 0.17
M
21
2. Distribusi
NH3 dalam CHCl3
M
NH3 – CHCl3 = M HCl x V HCl
V
NH3 – CHCl3
= 0.537 M x ((0.3+0.35+0.3):3)
23 ml
= 0.17 = 0.007 M
23
3. Koefisien
Distribusi NH3
Kd (NH3) = (NH3)CHCl3
(NH3)H2O
= 0.007 M
0.17 M
= 0.047 M
C. Penentuan
Rumus Molekul
1. Mol
Cu2+ = M x V
=
0.1 M x 10 ml
=1
mmol
2. Mol
NH3 awal = M x V
= 0.814 M x 10 ml
=8.14 mmol
3.
Mol NH3 – H2O = M x V
=
0.17 M x 6.65 ml
=
1.1305 mmol
4.
Mol NH3 – CHCl3 = M x V
= 0.007 M x 0.316 ml
= 0.002 mmol
5.
Mol NH3 Terkomplekskan
=
Mol NH3 awal – (Mol NH3 – H2O + Mol NH3
– CHCl3)
=
8.14 mmol – (1.1305 mmol + 0.002 mmol)
=
8.14 mmol – 1.1325 mmol
=
7.0075 mmol
6.
Rumus Ammin Tembaga (II)
Mol
Cu2+ : Mol NH3
Terkomplekskan
1
mmol :
7.0075 mmol
Maka rumus
molekul ammin tembaga (II) adalah: [Cu(NH3)7]
Tag :
Kimia Unsur,
Praktikum
0 Komentar untuk "Laporan Praktikum Stoikiometri Senyawa Kompleks Ammin Tembaga (II)"